teori tahfizh / tadarus full footnote and daftar pustaka


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengingat dan menghafal merupakan perkara yang dianggap penting dan merupakan hal yang lazim dikalangan manusia. Para pelajar menghafal intisari pelajaran, para orator menghafal teks pidato, para pemain film dan sinetron menghafala skenario, dan lain sebagainya. Bahkan anak-anak kecil menghafal lagu penyanyi idola mereka, meskipun mereka tidak tahu makna dari lirik tersebut.[1]
Tahfizh merupakan pelajaran  termudah bagi anak-anak kita. Sebab  program Tahfizhul  teknik belajarnya sederhana. Cukup dengan mendengar dan mengucapkan secara berulang, baik itu mendengar bacaan kita sendiri ataupun mendengar bacaan orang lain. Yang terpenting bacaan yang didengar tersebut adalah bacaan yang benar, supaya hafalannya juga benar. Oleh karena itu, Tahfizh sudah bisa diprogram sejak  bayi, selama bayi tersebut pendengarannya sudah berfungsi  dengan baik. Hanya saja baru bisa dievaluasi hafalannya di saat kelak dia sudah bisa berbicara. Semakin intensif anak-anak mendengar bacaan setiap harinya, secara konsisten dan kontinu,  maka hafalannya akan semakin mudah dan semakin cepat. Jadi bagaimana jadi nya jika bacaan itu adalah al qur’an yang setiap hari kita dengarkan kepada anak anak kita sejak bayi, mungkin ketika dewasa mereka sudah mampu menjadi orang yang hafal alqur’an.[2]
B.     Rumusan Masalah
Apa itu teori tadarus / tahfizh.?
C.    Tujuan Karya Tulis
Untuk mengetahui pengertian teori tadarus / tahfizh




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta . Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan pernyataan akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas kumpulan ide yang saling berkaitan.[3]
B.     Pengetian Tadarus
Adapun kata tadarus berasal dari kata (darosa) yang berarti membaca (qiro’ah) atau berlatih dan selalu menjaga (الرياضة والتعهد للشيئ). Ketika ada imbuhan huruf ta’ dan alif pada kata darasa, maka maknanya berubah menjadi ‘saling membaca’. Dari sinilah kita kenal kata “tadarus” atau “mudarasah“. Sehingga dua kata ini dapat diartikan “membaca, menelaah, dan mendapatkan ilmu secara bersama-sama, di mana dalam prosesnya mereka sama-sama aktif”.
Hal ini diisyaratkan dalam Al Quran QS. Ali ‘Imran: Ayat 79.
Allah SWT berfirman:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِّى مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلٰكِنْ كُونُوا رَبّٰنِيِّۦنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ
Tidak mungkin bagi seseorang yang telah diberi kitab oleh Allah, serta hikmah dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah,” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu pengabdi-pengabdi Allah, karena kamu mengajarkan Kitab dan karena kamu mempelajarinya!
Kata   tadarus   berasal   dari   asal   kata   darasa   yadrusu,   yang   artinya   mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran dari wahyu-wahyu Allah SWT. Lalu kata darasa ketambahan huruf Ta’ di depannya sehingga menjadi  tadarasa  yatadarasu,  maka  maknanya  bertambah  menjadi  saling  belajar,  atau   mempelajari   secara   lebih   mendalam. Adapun kegiatan ‘tadarusan’ yang kita lihat sehari-hari di negeri kita ini, sepertinya nyaris tanpa pengkajian makna tiap ayat, yang ada hanya sekedar membaca saja. Bahkan terkadang benar dan tidaknya bacaan itu, tidak terjamin. Karena tidak ada ustadz’ yang ahli di bidang membaca Al-Quran. Bentuk tadarusan seperti itu lebih tepat menggunakan istilah tilawah wal istima’. Kata tilawah berarti membaca, dan kata istima’ berasal dari katasami’a yasma’u, yang berarti mendengar.
Adapun apabila yang dimaksudkan adalah mereka berkumpul untuk membaca Al-Qur’an dengan tujuan untuk menghafalnya, atau mempelajarinya, dan salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkannya, atau mereka masing-masing membaca sendiri-sendiri dengan tidak menyamai suara orang lain, maka ini disyari’atkan, berdasarkan riwayat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بَيُوْتِ اللَّهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللًّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَ بَيْنَهُم إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَذَكَرَهُمُ اللُّه فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Apabila suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan melindungi mereka dan Allah menyebut mereka kepada makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya” [Hadits Riwayat Muslim]
Tadarus di Masa Nabi
Tadarus dalam arti yang sebenarnya, yaitu mempelajari isi dan kandungan al-Quran di masa nabi SAW adalah dengan cara mempelajari beberapa ayat, setelah mendalam dan mengerti, baru diteruskan lagi beberapa ayat.
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: “Adalah seorang dari kami jika telah mempelajari 10 ayat maka ia tidak menambahnya sampai ia mengetahui maknanya dan mengamalkannya
Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq-nya atas tafsir At-Thabari (I/80).
Bahwa mereka yang menerima bacaan dari Nabi SAW(menceritakan) adalah mereka apabila mempelajari 10 ayat tidak pernah meninggalkannya (tidak menambahnya) sebelum mengaplikasikan apa yang dikandungnya, maka kami mempelajari ilmu Al-Qur’an dan amalnya sekaligus.[4]
C.    Tahizh
Tahfidz berasal dari bahasa arab yaitu hafidza - yahfadzu - hifdzan,yang berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Menurut Abdul Aziz Abdul Ra'uf definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.”[5]
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pengertian menghafal adalah berusaha meresapkan kedalam fikiran agar selalu ingat.[6]
Menurut Zuhairini dan Ghofir sebagaimana yang dikutip oleh Kamil hakimin Ridwal Kamil dalam bukunya yang berjudul Mengapa Kita Menghafal (tahfizh) al-Qur’an, istilah menghafal adalah suatu metode yang digunakan untuk mengingat kembali sesuatu yang pernah dibaca secara benar seperti apa adanya. Metode tersebut banyak digunakan dalam usaha untuk menghafal al-Qur’an dan al-Hadits.
Dalam bahasa Arab, menghafal menggunakan terminologi alHifzh yang artinya menjaga, memelihara atau menghafalkan. Sedang al-Hafizh adalah orang yang menghafal dengan cermat, orang yang selalu berjaga-jaga, orang yang selalu menekuni pekerjaannya. Istilah al-Hafizh ini dipergunakan untuk orang yang hafal al-Qur’an tiga puluh juz tanpa mengetahui isi dan kandungan al-Qur’an. Sebenarnya istilah al-Hafizh ini adalah predikat bagi sahabat Nabi yang hafal hadits-hadits shahih (bukan predikat bagi penghafal al-Qur’an).[7]
Menurut Suryabrata sebagaimana yang dikutip oleh Kamilhakimin Ridwal Kamil dalam bukunya yang berjudul Mengapa Kita Menghafal (tahfizh) al-Qur’an, istilah menghafal disebut juga mencamkan dengan sengaja dan dikehendaki, artinya dengan sadar dan sungguh sungguh mencamkan sesuatu. Dikatakan dengan sadar dan sungguh-sungguh, karena ada pula mencamkan yang tidak senngaja dalam memperoleh suatu pengetahuan. Menurut beliau, hal-hal yang dapat membantu menghafal atau mencamkan antara lain.[8]
a. Menyuarakan dalam menghafal. Dalam proses menghafal akan lebih efektif bila seseorang menyuarakan bacaannya, artinya tidak membaca dalam hati saja.
b. Pembagian waktu yang tepat dalam menambah hafalan, yaitu menambah hafalan sedikit demi sedikit akan tetapi dilakukan secara kontinu.
c. Menggunakan metode yang tepat dalam menghafal.

a. Langkah-Langkah Menghafal
Ada empat langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan metode ini, antara lain :
a. Merefleksi, yakni memperhatikan bahan yang sedang dipelajari, baik dari segi tulisan, tanda bacanya dan syakalnya.
b. Mengulang, yaitu membaca dan atau mengikuti berulang-ulang apa yang diucapkan oleh pengajar.
c. Meresitasi, yaitu mengulang secara individual guna menunjukkan perolehan hasil belajar tentang apa yang telah dipelajari.
d. Retensi, yaitu ingatan yang telah dimiliki mengenai apa yang telah dipelajari yang bersifat permanen[9]

b. Manfaat-Manfaat dari Menghafal
Adapun Manfaat dalam menghafal, antara lain :
a.       Hafalan mempunyai pengaruh besar terhadap keilmuan seseorang. Orang yang mempunyai kekuatan untuk memperdalam pemahaman dan pengembangan pemikiran secara lebih luas.
b.      Dengan menghafal pelajaran, seseorang bisa langsung menarik kembali ilmu setiap saat, dimanapun, dan kapanpun.
c.       Siswa yang hafal dapat menangkap dengan cepat pelajaran yang diajarkan, apalagi kalau hubungannya dengan teori matematika, IPA, al-Qur’an Hadist, Bahasa Inggris dan sebagainya
d.      Aspek hafalan memegang peranan penting untuk mengendapkan ilmu dan mengkristalkannya dalam pikiran dan hati, kemudian meningkatkannya secara akseleratif dan massif.
e.       hafalan menjadi fondasi utama dalam mengadakan komunikasi interaktif dalam bentuk diskusi, debat, dan sebagainya.
f.       Dapat membantu penguasaan, pemeliharaan dan pengembangan ilmu. Pelajar yang cerdas serta mampu memahami pelajaran dengan cepat, jika ia tidak mempunyai perhatian terhadap hafalan, maka ia bagaikan pedagang permata yang tidak bisa memelihara permata tersebut dengan baik. Seringkali, kegagalan yang dialami para pelajar yang cerdas disebabkan oleh sikap menggantungkan pada pemahaman tanpa adanya hafalan.
g.      Dengan model hafalan, pemahaman bisa dibangun dan analisis bisa dikembangkan dengan akurat dan intensif.[10]

c. Kemampuan Menghafal
Pada periode awal perkembangan anak sebelum ia belajar membaca dan menulis, biasanya anak diajarkan untuk menghafalkan hal-hal tertentu termasuk surat-surat pendek. Dalam kenyataannya hafalan adalah syarat ilmu yang penting bagi orang Islam.
Hal ini disebabkan karena mereka terpengaruh pada sejarah yang panjang dalam perkembangan umat Islam, dimana orang berpegang lebih banyak kepada hafalan daripada tulisan. Hafalan ini sangat penting bagi penanaman jiwa keagamaan ataupun pengembangan
keilmuan Islam. Tetapi akan lebih bermanfaat lagi apabila disamping hafalan juga diikuti pengertian yang tentunya disesuaikan dengan tingkat kemampuan anak.
Kemampuan menghafal dapat ditingkatkan dengan membiasakan anak untuk selalu membaca, menulis dan memahami. Terutama menghafal al qur’an, Hafalan yang disertai pengertian dapat memasukkan nilai-nilai Qur’ani dalam diri anak sehingga akan diwujudkan melaluiperbuatan atau tingkah laku yang tidak menyimpang dari al-Qur’an.

d. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Kemampuan Menghafal
Sejumlah faktor yang menjadi penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam mengahafal surat-surat pendek secara benar dan fasih, yaitu disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
a. Kurang adanya dukungan dari orang tua, teman dan lingkungan.
b. Siswa tidak pernah diajak untuk menghafal surat-surat pendek dengan benar dan fasih.
c. Hafalan siswa juga tidak dikoreksi secara individu, kurang tepatnya metode yang diguanakan dalam proses pembelajaran, tidak sesuai dengan kondisi siswa pada dasarnya masih suka bermain main.
d. Penggunaan metode yang monoton serta tidak menarik yang akhirnya membuat siswa merasa bosan dan sulit dalam menghafal pada pelajaran al-Qur’an ataupun yang lainya[11]











BAB III
PENUTUP
a.      Kesimpulan
Metode menghafal sangat diperlukan, Metode ini tidak hanya memfokuskan pada membaca saja, akan tetapi melibatkan para siswa dalam kegiatan membaca, menelaah, dan menghafal baik al Qur’an, Hadits maupun pelajaran – pelajaran yang lainya, baik secara keseluruhan maupun sebagian surat atau ayat saja.
Adapun kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Metode menghafal adalah suatu cara dalam melakukan kegiatan belajar mengajar pada bidang pelajaran dengan menerapkan menghafal yakni mengucapkan di luar kepala tanpa melihat buku atau catatan lain dalam pengajaran pelajaran tersebut.
2.      Diantara kelemahan metode menghafal yaitu pola pikir seseorang cenderung statis, tidak dapat berargumen menurut pemahamannya sendiri, kesulitan menuangkan ide-ide atau gagasan-gagasannya, terkadang menghafal hanya bersifat sementara di otak
3.      Metode menghafal mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya yaitu menumbuhkan minat baca siswa dan lebih giat dalam belajar, pengetahuan yang diperoleh siswa tidak akan mudah hilang karena sudah dihafalnya, siswa mempunyai kesempatan untuk memupuk perkembangan, keberanian, bertanggung jawab serta mandiri.












DAFTAR PUSTAKA
Ammar Abu , negeri negeri penghafal al qur’an, solo, al-wafi,2015.
An nawawi Abu zakaria yahya, At-tibyan adab penhafal al qur’an, solo, al qowam. 2014.
Anwar Rosihan, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2004
Munawir Ahmad Warson, Almunawir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997
Wikipedia indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Teori diakses jumat 29 Desember 2017


[1]Abu ammar, negeri negeri penghafal al qur’an, solo, al-wafi,2015.h.72
[2] Abu zakaria yahya an nawawi, At-tibyan adab penhafal al qur’an, solo, al qowam. 2014.h.7
[3] Wikipedia indonesia, https://id.wikipedia.org/wiki/Teori diakses jumat 29 Desember 2017
[4] Abu ammar, negeri negeri penghafal al qur’an, solo, al-wafi,2015.h.80
[5]  Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004),
[6]  KBBI Online, https://kbbi.web.id/hafal diakses 12 januari 2018
[7] Ahmad Warson Munawir, Almunawir Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997),h. 279.

[9] Abu zakaria yahya an nawawi, At-tibyan adab penhafal al qur’an, solo, al qowam. 2014.h.20
[10] Abu zakaria yahya an nawawi, At-tibyan adab penhafal al qur’an,.h.31
[11] Abu zakaria yahya an nawawi, At-tibyan adab penhafal al qur’an,.h.34

Komentar

Postingan Populer