kualitas madrasah diniyyah full footnotes



KUALITAS MADRASAH DINIYYAH

Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Antropologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Qowaid,MA,APU










Oleh :
Qomaruddin 
NPM : 1704025



PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NASIONAL (IAIN) LAA ROIBA BOGOR
JURUSAN MANAGEMENT PENDIDIKAN
TAHUN 2018

DAFTAR ISI

 











BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah


Manusia adalah makhluk sosial, yang selalu berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain. Kajian sosiologi pendidikan menekankan implikasi dan akibat sosial dari pendidikan dan memandang masalah-masalah pendidikan dari sudut totalitas lingkup sosial kebudayaan, politik dan ekonomisnya bagi masyarakat.
Minat mengkaji tatanandan pranata sosial telah tampak sejak periode awal sejarah islam. Masyarakat dibentuk menurut petunjuk yang telah digariskan di dalm al qur’an dan assunnah. Bahkan kemunculan mazhab-mazhab hukum menunjukan perhtian yang serius terhadap masalah-masalah sosial.[1]
Pendidikan Diniyah adalah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal yang bertujuan untuk memberi tambahan pengetahuan agama Islam kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang menerima pelajaran agama Islam di sekolahannya.
Keberadaan lembaga ini sangat menjamur dimasyarakat karena merupakan sebuah kebutuhan pendidikan anak-anak pra dewasa sebagai pondasi mereka dalam menjalani kehidupan. Apalah lagi sudah memiliki legalitas dari pemerintah melalui perundang-undangannya. Kelegalitasan ini menuntut Madrasah Diniyah untuk memiliki kurikulum yang mendukung, keadminitrasian yang mapan serta managemen yang professional.
Maka dalam makalah ini penulis akan mengkaji sedikit tentang kuaitas madrasah diniyyah.




B.     Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan membahas tentang :
1.      Apa pengertian madrasah diniyyah ?
2.      Bagaimana sejarah madrasah diniyyah ?
3.      Bagaimanakah kualitas madrasah diniyyah?

C.    Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan dalam judul ini, maka oleh karena itu kami membatasi masalah tentang kualitas madrasah diniyyah

D.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui apa pengertian madrasah diniyyah ?
2.      Untuk mengetahui Bagaimana sejarah madrasah  diniyyah ?
3.      Untuk mengetahui Bagaimanakah kualitas madrasah diniyyah?














BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Madrasah Diniyyah

Madrasah Diniyyah terdiri dari dua kata, yaitu madrasah yang diartikan sebagai “tempat proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan ”, dan diniyyah, yaitu “bersifat keagamaan yaitu bersifat keislaman”
Madrasah diniyah dilihat dari stuktur bahasa arab berasal dari dua kata madrasah dan al-din. Kata madrasah dijadikan nama tempat dari asal kata darosa yang berarti belajar. Jadi madrasah mempunyai makna arti belajar, sedangkan al-din dimaknai dengan makna keagamaan. Dari dua stuktur kata yang dijadikan satu tersebut, madrasah diniyah berarti tempat belajar masalah keagamaan, dalam hal ini agama Islam.[2]
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa madrasah Diniyyah adalah tempat proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik sesuai dengan ajaran- ajaran keagamaan yaitu agama Islam, mengatur bagaimana seorang individu berhubungan dengan individu yang lain sesuai dengan kaidah-kaidah Islam yang akan mempengaruhi individu tersebut dalam mendapatkan serta mengorganisasikan pengalamannya.

B.     Sejarah Madrasah Diniyyah

Madradsah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur luar sekolah yang diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan yaitu: pendidikan Diniyah Awaliyah, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat dasar selama selama 4 (empat) tahun dan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu, pendidikan Diniyah Wustho, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada pendidikan Diniyah Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu dan pendidikan Diniyah Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan agama Islam tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan pendidikan pendidikan Diniyah Wustho, masa belajar 2 (dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam per minggu.
Kesadaran Masyarakat Islam akan pentingnya Pendidikan Agama telah membawa kepada arah pembaharuan dalam Pendidikan. Salah satu Pembaharuan Pendidikan Islam di indonesia di tandai dengan lahirnya beberapa pendidikan Diniyah, seperti Madrasah Diniyah (Diniyah School) yang didirikan oleh Zainuddin Labai al Yunusi tahun 1915 dan Madrasah diniyah Putri yang didirikan oleh Rangkayo Rahmah El Yunusiah tahun 1923. Dalam sejarah, Keberadaaan Madrasah diniyah di awali lahirnya Madrasah Awaliyah telah hadir pada masa Penjajahan Jepang dengan pengembangan secara luas. Majelis tinggi Islam menjadi penggagas sekaligus penggerak utama berdirinya Madrasah-Madrasah Awaliyah yang diperuntukkan bagi anak-anak berusia minimal 7 tahun. Program Madrasah Awaliyah ini lebih ditekankan pada pembinaan keagamaan yang diselenggarakan sore hari.
Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan Peraturan Pemerintah, pendidikan Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikan nasional untuk memenuhi Permintaan masyarakat tentang pendidikan agama pendidikan.Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaan terhadap pengetahuan agama Islam.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional[3] yang ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan memang menjadi babak baru bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia. Karena itu berarti negara telah menyadari keanekaragaman model dan bentuk pendidikan yang ada di Indonesia. Keberadaan peraturan perundangan tersebut telah menjadi ”tongkat penopang” bagi pendidikan diniyah yang sedang mengalami krisis identitas. Karena selama ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah ini tidak banyak diketahui bagaimana pola pengelolaannya. Tapi karakteristiknya yang khas menjadikan pendidikan ini layak untuk dimunculkan dan dipertahankan eksistensinya.
Sebagian pendidikan Diniyah khususnya yang didirikan oleh organisasi-organisasi Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah Indonesia merdeka dan berdiri Departemen Agama yang tugas utamanya mengurusi pelayanan keagamaan termasuk pembinaan lembaga-lembaga pendidikan agama, maka penyelenggaraan pendidikan Diniyah mendapat bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
Dalam perkembangannya, pendidikan Diniyah yang didalamnya terdapat sejumlah mata pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah. Seiring dengan munculnya ide-ide pembaruan pendidikan agama, pendidikan Diniyah pun ikut serta melakukan pembaharuan dari dalam. Beberapa organisasi penyelenggaraan pendidikan Diniyah melakukan modifikasi kurikulum yang dikeluarkan Departemen Agama, namun disesuaikan dengan kondisi lingkungannya, sedangkan sebagian pendidikan Diniyah menggunakan kurikulum sendiri menurut kemampuan dan persepsinya masing-masing.[4]

C.    Kualitas Madrasah Diniyyah

Salah satu pendidikan diniyyah yang berkembang di masyarakat adalah Madrasah Diniyah. Pendidikan ini merupakan evolusi dari sistem belajar yang dilaksanakan di pesantren salafiyyah. Dengan berkembangnya zaman sehingga Madrasah Diniyah mengalami perubahan yaitu dengan menggunakan sistem klasikal yang di dalamnya tidak hanya sekedar membaca al-Qur'an dan ilmu dasar agama, tetapi meliputi ilmu-ilmu ke-Islaman lainnya. Dalam PP No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan keagamaan pada pasal 15 menyebutkan bahwa madrasah diniyah formal menyelenggarakan pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan atau umum atau kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjukkan oleh pemerintah.
Berpijak dari latar belakang tersebut, untuk mengetahui kemungkinan posisi Madrasah Diniyah sebelum PP No. 55 tahun 2007, kemungkinan posisi Madrasah Diniyah menurut PP No. 55 tahun 2007 dan kemungkinan implikasi PP No. 55 tahun 2007 terhadap perkembangan Madrasah Diniyah.
Ditemukan bahwa Madrasah Diniyah non formal memperbaharui mutu pendidikannya agar bisa menjadi seperti sekolah-sekolah formal pada umumnya. Dalam ujian Madrasah Diniyah formal wajib memasukkan pelajaran umum yang sekiranya dapat dijadikan tolak ukur sekolah pada umumnya agar bisa melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dengan hanya menggunakan ijazah pendidikan madrasah formal dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.[5]

a.       Karakteristik madrasah diniyyah bekualitas

untuk mencapai madrasah diniyyah yang berkualitas dibutuhkan aspek – aspek yang mendukung  yang mampu menghasilkan madrasah yang unggul, aspek tersebut adalah :
1.      Input
Daniel Goleman, dalam bukunya, menyebutkan bahwa kemampuan mengenal diri dan lingkungannya adalah kemampuan untuk melihat secara objektif atau analisis, dan kemampuan untuk merespon secara tepat, yang membutuhkan kecerdasan otak/Intelligence Quotien (IQ) dan kecerdasan emosional/Emotional Quotien (EQ). Di samping itu, kecerdasan spiritual/Spiritual Quotien (SQ) calon siswa hendaknya dapat terukur saat seleksi siswa baru. Dengan demikian, tes seleksi siswa baru hendaknya dapat mengukur ketiga aspek kecerdasan atau bahkan dapat mengukur berbagai kecerdasan/multy intellegence. Sehingga, tes seleksi siswa baru tujuannya tidak semata-mata untuk menerima atau menolak siswa tersebut tetapi jauh ke depan untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa. Dengan data tingkat kecerdasan siswa tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan proses pembinaannya dan bahkan dapat untuk menentukan target atau arah pendidikan di masa depan.
Untuk madrasah dapat menyeleksi siswa oleh sekolah dengan sistem seleksi yang sangat ketat. Selain seleksi bidang akademis, juga diberikan persyaratan lain sesuai tujuan yang ingin dicapai sekolah. Misalkan tes IQ, prestasi belajar dari jenjang pendidikan sebelumnya, tes kesehatan, kemampuan membaca al-Qur’an, wawasan keagamaan.[6]
Sungguh suatu keunggulan luar biasa bila suatu madrasah sudah mampu selektif dalam proses penerimaan siswa baru. Calon siswa nantinya dapat dibina, dibimbing dan belajar sesuai dengan tingkatan kecerdasan mereka, yang nantinya diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang unggul.
2.      Proses
Proses belajar-mengajar sekolah unggul ini setidaknya berkaitan dengan kemampuan guru, fasilitas belajar, kurikulum, metode pembelajaran, program ekstrakurikuler, dan jaringan kerjasama.
a)    Kemampuan guru.
Sekolah unggul harus memiliki guru yang unggul juga. Artinya, guru tersebut harus profesional dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Adapun kompetensi guru yang memungkinkan untuk mengembangkan suatu lembaga pendidikan yang unggul adalah:  a) Kompetensi penguasaan mata pelajaran; b) Kompetensi dalam pembelajaran; b) Kompetensi dalam pembimbingan; c) Kompetensi komunikasi dengan peserta didik; dan d) Kompetensi dalam mengevaluasi.
Untuk mengembangkan kompetensi ini guru harus selalu rajin-rajin membaca, belajar terus menerus, selalu up to date membaca fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat sehingga pembelajaran bersifat faktual dan kontekstual. Pembelajaran dapat berjalan efektif sehingga mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Pembelajaran bisa dikatakan efektif, bila guru mampu memberikan pengalaman baru bagi siswanya, membentuk kompetensi siswa, serta melibatkan peserta didik dalam perencanaan pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Misal salah satunya dengan tanya jawab.
Disamping itu guru harus ikhlas memberi pelayanan kepada siswa dalam belajar, dalam artian siswa merasa nyaman berada dalam bimbingan guru tersebut. Guru harus mampu menilai hasil balajar ranah kognitif, psikomotorik dan afektif siswa dan dapat mengetahui siapa dan ranah apa saja yang belum dikuasai oleh siswa, sehingga guru tepat memberi pencerahan kembali kepada siswanya.
Nah dengan demi Guru yang profesional, dalam pembelajaran harus menempuh empat tahap, yaitu: Pertama, Persiapan dalam arti yang luas adalah segala usaha misalnya membaca, kursus, pelatihan, seminar, diskusi, lokakarya yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan profesionalitasnya. Persiapan dalam perngertian yang sempit adalah kegiatan pembuatan program kerja guru yang meliput penyusunan kegiatan pembelajaran selama satu tahun, program semester, penyusunan silabus dan pembuatan rencara pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum. Kedua, Pelaksanaan, bahwa guru harus fleksibel, artinya pelaksanaan program disesuaikan dengan kondisi dan situasi peserta didik. Fokus pelaksanaan pembelajaran adalah pengalaman peserta didik, baik pengalaman kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga, Penilaian perlu dilakukan terhadap kedua belah pihak, baik guru maupun siswa. Penilaian harus dilakukan secara objektif dan transparan. Keempat, Refleksi. Tindakan yang dilakukan dengan memikirkan aktivitas pembelajarannya dan melaksanakan pembelajarannya berdasarkan tujuan yang jelas atas dasar pertimbangan moral dan etika. Guru harus mampu tanggap terhadap aktivitas pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan siswa sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai.
Proses pendidikan Islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru yang professional, terutama pada proses pembelajaran saat guru menggunakan metode dan memberikan materi.  Peranan guru sangat penting tersebut bisa menjadi potensi besar dalam memajukan atau meningkatkan mutu pendidikan. Guru yang benar-benar berlaku professional dan dapat mengelola dengan baik, tentunya mereka akan makin semangat dalam menjalankan tugasnya, bahkan rela melakukan inovasi-inovasi pembelajaran untuk mewujudkan kesuksesan pembelajaran peserta didik. Namun jika mereka terlantar akibat tindakan pimpinan mereka justru bisa menjadi penghambat serius terhadap proses pendidikan. Sikap guru ini sangat tergantung pada kualitas manajemen personalia.
b)   Fasilitas belajar.
Sekolah unggul harus dilengkapi dengan fasilitas yang mewadahi. memiliki sarana dan prasarana yang mewadahi bagi siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
c)    Kurikulum.
Sekolah unggul tidak harus menggunakan kurikulum yang rstandar internasional. Kurikulun nasional dengan berbagai penyempurnaan sesuai  kebutuhan perkembangan siswa pun cukup baik. Terutama dari segi bahan, misalnya bidang IPA dan PAI, masih terlalu menekankan bahan-bahan klasik yang memang penting, tetapi kurang memasukkan bahan dan penemuan modern yang lebih dekat dengan situasi teknologi saat ini. Misalnya mengkaitkan materi-materi dari kedua mata pelajaran tersebut. Di samping itu, penguasaan bahasa Arab, bahasa inggris dan bahasa Indonesia mutlak diperlukan. Sehingga siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dan pengetahuannya kepada orang lain secara sistematis dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. Perpaduan kedua kurikulum itu akan sangat membantu dalam menghasilkan generasi-generasi masa depan yang lebih unggul.
d)   Metode pembelajaran.
Sekolah yang unggul harus menggunakan metode pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif dan kreatif yang disertai dengan kebebasan dalam mengungkapkan pikirannya.
e)    Program ekstrakurikuler
Sekolah unggul harus memiliki seperangkat kegiatan ekstrakurikuler yang mampu menampung semua kemampuan, minat, dan bakat siswa. Keragaman ekstrakurikuler akan membuat siswa dapat mengembangkan berbagai kemampuannya di berbagai bidang secara optimal
g)      Jaringan kerjasama.
Sekolah unggul memiliki jaringan kerjasama yang baik dengan berbagai instansi, terutama instansi yang berhubungan dengan pendidikan dan pengembangan kompetensi siswa. Dengan adanya kerjasama dengan berbagai instansi akan mempermudah siswa untuk menerapkan sekaligus memahami berbagai sektor kehidupan (life skill).
3.      Output
Sekolah unggul harus menghasilkan lulusan yang unggul. Keunggulan lulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai ujian yang tinggi. Indikasi lulusan yang unggul ini baru dapat diketahui setelah yang bersangkutan memasuki dunia kerja dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemampuan lulusan yang dihasilkan dirasa unggul, bila mereka telah mampu mengembangkan potensi intelektual, potensi emosional, dan potensi spiritualnyadimana mereka berada.




BAB III

PENTUP

A.    Kesimpulan

Madrasah diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan non formal yang memiliki peranan penting dalam pengembangan pembelajaran agama Islam. Dalam madrasah diniyah yang merupakan lembaga yang memiliki paying hokum yang legal tentunya kurikulum sudah diset oleh pemerintah yang tentu tidak secara baku. Dalam artian pelaksana pendidikan bisa mengekplorasi pembelajaran yang bersipat penyesuaian dengan lingkungannya. Penyesuaian kurikulum itu akan dilakukan pada madrasah diniyah di semua tingkatan: ula (awal), wusto (menangah), hingga ala (atas).
Dalam keadministrasian meliputi beberapa urusan diantaranya: urusan administrasi, urusab Kurikuler, Urusan kewargaan belajar, urusan saran dan prasrana, dan urusan Humas Dalam hal keorganisasiannya meliputi Kepala Madrasah Diniyah, Wali Kelas, Guru Pembimbing, BP3, guru mata pelajaran, tenaga kependidikanlainnya. Untuk menjadi Madrasah Diniyah yang ideal maka yang sangat diperlukan adalah memperhatikan keadministrasian yang mapan, kurikulum yang sudah dibakukan oleh pemerintah yang ditambahkan dengan ektrakulikuler yang disesuaikan dengan lingkungan belajar.
Terkait dengan kurikulum pendidikan Diniyah, dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan diniyah termasuk jenis pendidikan keagamaan yang diatur pada pasal 30 yang terdiri dari (5) ayat dan pasal 36 dan 37 yang mengatur kurikulumnya.







DAFTAR PUSTAKA
Amin, Headri, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah , Jakarta, Diva Pustaka, 2004,
Mujamil, Qomar, Manajemen Pendidikan Islam,  Surabaya, Erlangga, 2007.h.
Mahmud , Sosiologi Pendidikan, Bandung , CV.Pustaka Seti , 2011
Wikipedia “pengertian sosiologi “https://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi diakses jum’at 19 Januari 2018
http://www.anekamakalah.com/2012/06/madrasah-diniyah-problema-dan-solusi.html diakses 02 januari 2018
http://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional/. Diakses 02 januari 2018
http://makalahmpi16.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-madrasah-diniyah-di-indonesia.html diakses jum’at 02 januari 2018


[1] Mahmud , Sosiologi Pendidikan, Bandung , CV.Pustaka Seti , 2011, h.181
[2] Headri Amin, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah diniyah , Jakarta, Diva Pustaka, 2004, h. 14
[3]http://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistem-pendidikan-nasional/. Diakses 02 januari 2018 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip , yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Selain itu  dalam penyelenggaraan juga harus dalam suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat  memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
[6] Qomar, Mujamil, Manajemen Pendidikan Islam,  Surabaya, Erlangga, 2007.h.14

Komentar

Postingan Populer