PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AL-QUR'AN
Penciptaan Manusia dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan
oleh Allah Swt sebagai rahmat bagi semesta alam. Sebagaimana Rasulullah Saw
yang kepadanya diturunkan Al-Qur’an adalah rahmat bagi semesta alam. Allah Swt
berfirman: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya’: 107)
Al-Qur’an ini menjadi
rahmat, umumnya bagi semesta alam dan khususnya bagi manusia. Dalam berbagai
ayatnya, Al-Qur’an banyak memperbincangkan tentang manusia dan rahasia
kehidupannya dalam segala aspek yang berkaitan dengannya. Misalnya tentang
penciptaan manusia, kejiwaan manusia, tujuan hidup manusia, dan lain
sebagainya.
Sebagai keutamaan dari
kitab suci Al-Qur’an, kebenaran dari setiap kata dan kalimat yang terdapat di
dalamnya, dapat dibuktikan secara ilmiah. Para ilmuwan telah banyak menemukan
bukti-bukti ilmiah ini, sehingga dugaan orang-orang yang menuduh Al-Qur’an
dengan tidak benar dapat dibantah.
Yang akan kami
bicarakan berikut ini menyangkut salah satu aspek yang berkaitan dengan
manusia, yaitu masalah penciptaan manusia.
Al-Qur’an telah
menegaskan bahwa manusia diciptakan secara khusus. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan
kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya.” (QS Shaad: 71-72)
Dalam ayat lain, Allah
Swt berfirman: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air
mani…” (QS Faathir: 11)
Kemudian, dalam ayat
Al-Qur’an, kita mendapatkan bahwa Allah Swt menegaskan penciptaan manusia ini
dengan menggunakan kata ‘Qad’ yang sebelumnya didahului dengan ‘lam’ yang
memiliki fungsi penegasan (lâm ta’kîd). Allah Swt berfirman: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya.” (QS Qaaf: 16)
Demikianlah, Al-Qur’an
menegaskan kekhususan penciptaan manusia. Namun orang-orang sesat yang tidak
mau mengakui kebenaran Al-Qur’an menuduh Al-Qur’an bohong, karena menurut
mereka, manusia tercipta sebagai hasil dari evolusi makhluk lainnya. Makhluk
yang mendahului wujud asli manusia ini, mereka sebut sebagai ‘bapak’ bagi
setiap binatang menyusui.
Akan tetapi kebohongan
mereka, akhirnya terbongkar juga. Pada 1986, ketika para ahli arkeologi
menemukan sebuah fosil kera di Afrika, mereka menyimpulkan secara tegas tanpa
ada keraguan, bahwa antara kera dan manusia tidak ada hubungan sama sekali
dalam asal penciptaannya. Lihatlah bagaimana kebenaran senantiasa unggul di
atas kebatilan?
Al-Quran sendiri,
ketika menceritakan tentang penciptaan manusia, petunjuk yang terkandung
didalamnya mengandung kebenaran yang dapat dibuktikan secara ilmiah.
Kita perhatikan apa
yang dikatakan al-Quran tentang penciptaan manusia ini. Allah Swt berfirman: “Dan
Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air.” (QS Al-Furqan: 54)
“Dan Allah menciptakan
kamu dari tanah, kemudian dari air mani.” (QS Faathir: 11)
“Dari bumi (tanah)
itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu pada
kali yang lainnya.” (QS Thaaha: 55)
“Bukankah Kami
menciptakan kamu dari air yang hina?” (QS Al-Mursalat: 20)
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang
terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. Sesungguhnya
Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati).” (QS Ath-Thaariq: 5-8)
Dan banyak ayat lainnya
yang seluruhnya menunjukkan bukti ilmiah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Misalnya, dalam firman-Nya “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari
air”, Allah Swt menegaskan bahwa asal penciptaan manusia adalah air. Ayat
ini sesuai dengan bukti ilmiah yang mengatakan bahwa kira-kira 75 persen dari
berat manusia adalah air.
Karenanya air sebagai
asal segala sesuatu yang diciptakan, merupakan unsur terpenting bagi setiap
proses kehidupan. Dalam tubuh manusia, air berfungsi untuk melunakkah bahan
makanan yang masuk ke dalam tubuhnya hingga mudah untuk dicerna.
Mengamati pembahasan
Al-Qur’an tentang penciptaan manusia, kita mendapatkan sebagian orang yang
senantiasa meragukan kebenaran Al-Qur’an, menentang apa yang telah disampaikan
Al-Qur’an tentang penciptaan manusia ini. Yaitu ketika mereka mengatakan bahwa
Al-Qur’an tidak konsisten dalam menyebutkan asal penciptaan manusia. Menurut
mereka, dalam salah satu ayat dikatakan: “Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu”. Sedangkan dalam ayat lain disebutkan: “Dan Dia (pula)
yang menciptakan manusia dari air”.
Dan dalam ayat lain
dinyatakan: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Dan
dalam ayat lain: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani”.
Bagaimana penafsiran atas beberapa ayat yang saling bertentangan ini?
Demikianlah mereka
meragukan kebenaran Al-Qur’an. Sebelum kami mematahkan argumen mereka, perlu
kami ingatkan hal penting berikut ini: Siapa pun yang ingin mendapatkan hakikat
kebenaran yang menyangkut suatu hal tertentu, maka pertama kali ia harus
melepaskan diri dari penilaian subyektifnya. Karena bagaimana ia akan berdialog
secara jujur dan obyektif dengan orang lain tentang sesuatu hal yang ia sukai?
Jika ia tidak mau melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung
membenarkan apa yang disukainya. Kemudian bagaimana ia akan berdialog secara
jujur dan obyektif tentang suatu hal yang ia benci? Jika ia tidak mau
melepaskan subyektifitasnya? Tentunya ia akan cenderung untuk menyalahkan apa
yang dibencinya.
Dan pada realitanya,
memerhatikan orang-orang yang memusuhi Islam dan menentang isi Al-Qur’an, kita
hanya mendapatkan sedikit dari mereka yang mau melepaskan subyektifitas mereka.
Sebaliknya, kita menemukan hati mereka telah dikuasai oleh kedengkian dan
kebencian kepada Islam.
Kedengkian yang
menutupi mata hati mereka, sehingga mereka tidak akan dapat menemukan kebenaran
sejati yang mereka idam-idamkan. Namun meski demikian, kami telah siap untuk
mendiskusikan hal ini dengan mereka secara ilmiah dan obyektif.
Memerhatikan Al-Qur’an
melalui ayat-ayatnya yang membicarakan tentang penciptaan manusia, kita akan
mendapatkan bahwa ia senantiasa menggunakan kata ‘min’ yang memiliki arti ‘dari
sebagian’ (juz-iyyah). Ketika Allah Swt berfirman: “Dan Dia (pula) yang
menciptakan manusia dari air”, maka kalimat ‘dari air’ berarti sebagian
unsur-unsur yang membentuk manusia, diambil dari air. Mengenai berapa persen
kadar air dalam penciptaan manusia, maka hakikatnya, hanya Allah Swt yang
mengetahuinya. Karena ‘penciptaan’ (al-khalqu) merupakan sifat yang hanya
dimiliki oleh Allah Swt.
Untuk mempermudah
penjelasannya, kami berikan contoh berikut: misalkan seseorang memliki bahan
mentah A, lalu ia mengolahnya menjadi bahan B, kemudian diubah sehingga menjadi
bahan C dan terakhir menjadi benda D. Tentang penciptaan benda D yang telah
mencapai bentuk jadinya, setelah mengalami beberapa proses perubahan, kita bisa
saja mengatakan bahwa D berasal dari bahan A, atau bahan B atau dari bahan C.
Bagi Allah-lah sifat
yang Maha Tinggi. Dia berfirman: “Tiada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS Asy-Syuura: 11)
Sebagaimana kalau kita
perhatikan ayat lainnya, yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah
(thîn)—”Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah”—kita
mendapatkan hal yang sama, yaitu penggunaan huruf ‘min’ yang menunjukkan arti
kata ‘sebagian’.
Dan seperti yang telah
kami jelaskan sebelumnya, jenis tanah ini atau thîn adalah merupakan perpaduan
antara air dan debu (turâb). Mengenai cara pencampurannya dan hakikatnya, serta
kadar masing-masing unsur pembentuk manusia, maka hal itu tidak ada yang mengetahuinya,
kecuali Allah Swt.
Sebagian dari musuh
Islam, ada juga yang membuat bantahan atas firman Allah Swt: “Dan Allah
menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani”. Mereka berkata, “Dari
apa sebenarnya manusia diciptakan? Apakah dari tanah (debu)? Atau dari air
mani? Jika benar manusia diciptakan dari tanah sekaligus dari air mani,
bagaimana hal itu bisa terjadi?
Untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini, kami katakan, sebagaimana yang telah kami jelaskan
sebelumnya, bahwa manusia tercipta dari gabungan beberapa unsur zat yang
berjumlah 16, jumlah yang sama yang menjadi unsur zat yang membentuk tanah
(turâb).
Dan manusia mempunyai
komposisi khusus dalam perpaduan antara unsur-unsur ini dalam persentase
kadarnya. Tidak ada seorang pun yang memiliki kesamaan kadar unsur-unsur yang
membentuk tubuhnya. Allah Swt telah mengatur itu semua dengan kekuasaan dan
pengetahuan-Nya. Dia telah menetapkan komposisi unsur-unsur tanah ini sesuai
kehendak-Nya. Inilah tahapan pertama bagi penciptaan manusia dari unsur tanah.
Selanjutnya,
unsur-unsur yang akan membentuk manusia itu sesuai kadar yang telah ditentukan
berubah dalam bentuk janin, ketika dua orang manusia yang berlainan jenis
melakukan hubungan badan, dan terjadi pertemuan antara sperma laki-laki dengan
sel telur perempuan yang kemudian berproses menjadi janin. Demikianlah Allah
Swt menetapkan unsur-unsur tanah dan air mani, untuk menciptakan seorang
manusia.
Untuk memudahkan
penjelasannya, kami berikan gambaran berikut ini, seorang ilmuwan, ketika
memiliki keinginan untuk membuat hasil karya tertentu, terlebih dahulu, ia
menetapkan bahan-bahan tertentu sesuai yang ia butuhkan sebelum ia memulai
pekerjaannya. Setelah bahan yang dibutuhkan tersedia sesuai kuantitas dan
kualitas yang diperlukan, maka ia dengan mudah dapat menghasilkan karyanya.
Demikianlah Allah Swt menentukan unsur-unsur yang digunakan-Nya untuk
menciptakan manusia. Dan bagi-Nya Sifat Yang Maha Tinggi.
Sesungguhnya ayat-ayat
Allah Swt yang terdapat dalam Al-Qur’an, mudah untuk dicerna oleh akal, karena
logis dan sesuai dengan realita. Hanya orang-orang yang akal dan hatinya
tertutupi ‘kedengkian’ yang tidak mendapatkan petunjuk-Nya.
Selanjutnya dalam ayat
lain, Allah Swt menjelaskan bahwa air yang darinya manusia diciptakan adalah
air mani yang dalam bahasa Arabnya disebut “maa-un mahiin” atau “maa-un
hayyin”, yang memiliki arti sebagai air yang mempunyai potensi kehidupan yang
lemah. Dan sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, bahwa Allah Swt pun
telah menciptakan manusia dari air mani (nuthfah). Nuthfah ini adalah air mani
laki-laki atau sperma.
Untuk dapat memahami
petunjuk ilmiah yang ada dalam firman Allah Swt: “Bukankah Kami menciptakan
kamu dari air yang hina?” kita sebaiknya memberikan penjelasan tentang
kelompok binatang bersperma atau spermatozoon.
Spermatozoon,
sebagaimana tampak dalam gambar, terdiri dari bagian kepala, bagian tengah dan
bagian ekor. Dengan menggunakan ekornya ini, binatang ini hidup dalam saluran
air mani yang memberinya makanan. Dan dikarenakan binatang ini merupakan
makhluk hidup, maka tentunya ia juga berasal dari air, sesuai firman-Nya:
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”.
Namun kekuatan yang
dimiliki binatang ini sangat lemah, sehingga kebanyakan dari spermatozoon ini
mati ketika terjadi pembuahan (fertilisasi). Akan tetapi, dengan kekuasaan
Allah, seseorang ketika mengeluarkan air maninya, jumlah yang ia keluarkan,
bisa mencapai 300 sampai 500 juta spermatozoon. Hal itu sebagai tanda ke Maha
Tahuan Allah, karena dari jutaan spermatozoon ini akan mati, saat terjadi
pembuahan antara sperma laki-laki dan sel telur perempuan.
Meskipun binatang ini
lemah, namun binatang inilah yang menjadi penentu jenis kelamin dari janin yang
dikandung, apakah laki-laki atau perempuan. Pengetahuan ilmiah ini, secara
menakjubkan dijelaskan Al-Qur’an dalam kata-kata yang singkat namun padat,
ketika Allah Swt berfirman: “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang
hina?”
Terlebih lagi, jika
kita memerhatikan cara pengungkapan di atas, di mana Al-Qur’an menyampaikannya
dalam bentuk pertanyaan. Seolah-olah Allah berkata kepada semua manusia—baik
yang beriman kepada-Nya maupun yang tidak beriman dan mengingkari kekuasan-Nya:
“Adakan penelitian oleh kalian berdasarkan ilmu genetika yang telah kalian
dapatkan! Lalu periksalah kondisi spermatozoon ini. Kemudian bandingkan antara
penemuan ilmiah yang kalian dapatkan dengan yang dijelaskan dalam Al-Qur’an!”
Jika kalian mendapatkan
kebenaran dalam Al-Qur’an, maka berimanlah! Dan jika tidak, maka kalian bebas
berbuat apa saja! Demikianlah cara pengungkapan Al-Qur’an. Dan pada
realistasnya, tidak mungkin akan terjadi perbedaan antara ilmu pengetahuan dan
apa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an sebagai Kitab Suci yang
diturunkan Allah, tidak mungkin di dalamnya terdapat kebohongan dan kebatilan.
Karena yang menurunkannya adalah Allah, yang telah menciptakan manusia dan alam
semesta ini. Bagaimana realitas kehidupan dan penciptaan akan bertentangan
dengan apa yang dikatakan oleh penciptanya.
Selanjutnya, kita akan
mencoba menjelaskan tentang petunjuk ilmiah lainnya, yang terdapat dalam firman
Allah Swt: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu, dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan.” (QS Al-Hajj: 5)
Pada bagian terdahulu,
telah dijelaskan tentang tahapan penciptaan manusia dari air mani, di mana
sebelumnya kadar unsur-unsur tanah bagi penciptaan seorang manusia, telah
ditentukan oleh Allah. Dalam pembahasan berikut ini, kami akan menjelaskan
kelanjutan dari tahapan tersebut, di mana Allah telah menentukan peta gen
tertentu yang mengandung semua sifat keturunan bagi seorang manusia yang akan
diciptakan-Nya. Dalam peta gen ini, Allah menentukan lokasi dan fungsi dari
setiap gen yang dibawa oleh kromoson-kromoson yang terjalin dalam sebuah
jaringan.
Janin pada pertama
kalinya terbentuk dari sel yang dinamakan zygote yang dihasilkan dari pembuahan
antara sperma dan sel telur. Kandungan sifat keturunan yang dimiliki oleh
masing-masing orang tua, yang dibawa melalui kromoson inilah yang mengarahkan
pembentukan janin dan perkembangannya. Peta kromoson ini, seperti buku panduan
yang tidak mungkin ditiru dan disalin seperti aslinya, meskipun dengan
menggunakan ilmu dan teknologi tinggi. (Perhatikan! Peta kromoson mengatakan
dengan pasti akan kesaksiannya bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”).
Namun sebelum proses
pembentukan janin dan perkembangannya, terjadi proses penentuan jenis
kelaminnya dikarenakan adanya perbedaan perkembangan antara janin laki-laki dan
perempuan dan perbedaan anggota tubuhnya. Yang berfungsi untuk menentukan jenis
kelamin ini, adalah nuthfah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur’an
secara ringkas dalam firman Allah: “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah,
kemudian dari air mani (nuthfah).” (QS Al-Hijr: 26)
Setelah penentuan jenis
kelamin janin dan proses pemindahan kandungan sifat keturunan orang tua yang
dibawa oleh kromoson, selanjutnya adalah periode berikutnya yaitu periode
alaqah atau segumpal darah.
Al-alaqah dalam bahasa
Arab berarti darah yang membeku. Dan hal ini terbukti setelah dilakukan
pengambilan gambar atas janin pada periode ini dalam bentuk darah yang membeku,
di mana anggota tubuh belum terbentuk. Setelah dilakukan pengambilan gambar pada
periode selanjutnya, didapatkan bahwa janin telah berubah dalam bentuk segumpal
daging (mudh-ghoh) yang menampakkan bentuk tubuh yang sempurna dan yang belum
sempurna. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran: “kemudian dari segumpal
daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna”.
Daging ini kemudian
menempel di dinding rahim sampai waktu yang ditentukan-Nya, yaitu waktu
kelahiran. Rahim bagi janin adalah seperti tempat tinggal dimana ia menetap di
dalamnya selama beberapa waktu tertentu sampai saatnya ia keluar ke alam dunia.
Dari penjelasan di
atas, apa yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern dengan bantuan teknologi
canggih, telah dijelaskan oleh Al-Qur’an 14 abad yang lalu. Apakah musuh-musuh
Islam, setelah ini, masih dapat mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah buatan
Muhammad Saw?
Sama sekali tidak!
Karena sesungguhnya, Al-Qur’an ini adalah kalam Allah yang telah berfirman:
“Dan Kami turunkan (Al-Qur’an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur’an itu
telah turun dengan (membawa) kebenaran.” (QS Al-Israa: 17)
Coba kita perhatikan
firman Allah Swt berikut ini yang terdapat dalam surah Ath-Thariq: “Maka
hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari
air yang terpancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada.
Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah
mati).”
Dalam ayat di atas,
Allah Swt menyuruh manusia untuk berpikir dan meneliti, bagaimana ia
diciptakan? Dan dari apa dia diciptakan? Jawabannya: Dari air! Sebagaimana kita
jelaskan sebelumnya. Namun dalam kalimat berikutnya, Allah menyebutkan sifat
dari air itu dengan kata ‘daafiq’. Artinya air yang bergerak dan hidup. Dan hal
inilah yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Berdasarkan sains,
spermatozoon bergerak dengan menggunakan ekornya dalam salurah air mani
sehingga bertemu dengan sel telur dan terjadi pembuahan di antara
keduanya.(Republika)
Oleh: Dr. Abdul Basith
Jamal & Dr. Daliya Shadiq Jamal
Komentar
Posting Komentar